My Gosh! I just found one of my article that I sent to BOBO Magazine a few years back (Sunday, 30 May 2004 06:45 AM)
I even used both of my brother's name hahaha....
You guys just check it out!
************************************************************************
Kepada
Yth. Redaksi Majalah Bobo
di
Jakarta
Dengan hormat,
Bersama e-mail ini saya lampirkan cerita pendek hasil karangan saya yang berjudul “ Baju Kesayangan” agar dapat dimuat di Majalah Bobo ini.
Berikut biodata saya:
Nama : Alexandra S. Aha
Alamat : Jl. Bojong Soang No. 98
Dayeuh kolot
Bandung – Jawa Barat
40257
Telpon : 0817-0275327
No. rek : Bank BNI Kantor cabang ITB – Bandung
236.001026326.901
Besar harapan saya agar cerpen saya ini bisa dimuat di majalah yang Bapak/Ibu asuh ini. Jika Bapak/Ibu tidak keberatan, saya mohon agar saya diberitahu lewat e-mail atau telepon jika cerpen saya ini dimuat.
Terima Kasih
Hormat Saya
Alexandra S. Aha
BAJU KESAYANGAN
Brukk….
Wilfrid mencampakkan tas sekolah ke tempat tidurnya. Dengan wajah cemberut ia duduk di sisi ranjangnya.
Entah sudah berapa kali ibunya melakukan kesalahan yang sama. Tadi sepulang sekolah dia menemui Didin, sepupunya yang tinggal di kampung, lagi main di teras rumahnya dengan mainan-mainan milik Wilfrid. Dan yang lebih membuat dia kesal, Didin mengenakan kostum klub bola kesayangannya. Baju itu memang jarang dia pakai. Tapi itu benar-benar baju favoritnya.
Hatinya benar-benar kesal sekarang, kini dia bukan hanya marah sama ibunya tapi juga pada Didin.
“Wilfrid….” Terdengar panggilan ibu di depan pintu kamarnya. Ia memang sengaja mengunci pintu kamarnya.
Hening.
“Wil, ayo makan sayang!” panggil ibunya lagi, “Didin udah nunggu lho!”
Huh Didin lagi, rutuknya dalam hati, kenapa nggak Didin saja yang diangkat jadi anaknya. Dia merasa Didinlah yang lebih dimanja sama ibunya.
“Wil…ayo! Keburu dingin nanti makanannya.”
“Ya udah kalau kamu nggak mau makan, Ayah, Ibu ama Didin habisin yah makanannya,” canda Ibunya.
Kini Ibu benar-benar keterlaluan, masa anaknya sendiri dibiarkan kelaparan.
Klek. Pintu kamar Wilfrid terbuka. Ia keluar dengan wajah cemberut. Kebetulan Ia memang lagi lapar.
“Lho kok, masam gitu sih wajah anak Ayah?” tampak Ayahnya sudah pulang dari kantor, “abis dimarahin gurunya yah?” tanyanya lagi.
Kini dia benar-benar kesal, nggak ada yang mengerti kenapa dia cemberut hari ini.
“Bu, Wilfrid nggak mau kalau Ibu masuk kamarku lagi dan mengambil baju-bajuku tanpa seijinku,” ujarnya kesal, “mulai sekarang kunci kamar Wilfrid, Wilfrid bawa aja ke sekolah.”
Kini mengertilah Ibunya mengapa anak semata wayangnya marah padanya.
“Ya udah kita makan dulu, nanti kita ngobrol lagi. Oke?” ayahnya menengahi.
Selama makan, Wilfrid sama sekali tidak menggubris Didin, menanggapi omongannya pun tidak.
Selesai makan, Wilfrid langsung masuk ke kamarnya. Ibupun menyusul ke kamarnya setelah terlebih dahulu merapikan meja makan.
“Ibu nggak suka kalau kamu bersikap seperti itu sama saudaramu sendiri,” ujar Ibunya.
“Tapi Wilfrid juga nggak suka Bu, kalau Ibu seenaknya ngambil mainan dan pakaian Wilfrid buat Didin,” ujarnya sengit.
“Nak,” ujar Ibunya perlahan, ”Didin itu saudaramu sendiri, lagian kamu masih punya banyak mainan kan? Apa salahnya kamu ngasih sebagian mainanmu sama Didin. Kostum bolamu apalagi! Ibu aja sampai heran, baju kamu kok corak dan warnanya sama semua.”
“Wilfrid nggak peduli, pokoknya Wilfrid mau ngambil baju itu sekarang!”
Ibu hanya terdiam melihatnya, tak sanggup berkata lagi. Wilfrid memang keras kepala.
Bukk….dia menabrak sesuatu di depan kamarnya. Ternyata Didin sudah berada di depan kamarnya. Dengan bertelanjang dada Didin menyerahkan kostum bola kesayangan Wilfrid yang tadi dipakainya.
“Ini,” katanya perlahan. Ternyata pertengkaran Wilfrid sama Ibunya didengar oleh Didin. “Didin nggak papa kok kalau nggak pakai baju, lagian udah biasa kayak gini, di kampung juga nggak pernah pake baju,” ujar Didin tulus.
Pelan Ia melirik wajah sepupunya yang memang sebaya dengannya. Hatinya benar-benar tersentuh. Masak dia tega melihat sepupunya bertelanjang dada sementara dia masih punya banyak pakaian.
“Kamu nggak punya baju lagi?” tanyanya iba.
Didin menggeleng perlahan, “Udah biasa kok!”
“Ya udah pake aja, itu buat kamu kok.”
“Bener?”
Wilfrid mengangguk mantap.
Senyum terpancar dari wajah Didin. Dia pun segera berlalu ingin melanjutkan mainnya.
Di belakang tampak senyum Ibu mengembang.
“Nah gitu dong baru anak Ibu!” Ibunya pun mengelus kepala anak kesayangannya itu.
Wilfrid tersenyum sekali lagi.
Nggak ada salahnya berbuat kebaikan, ujarnya dalam hati. Lagian aku kan udah punya banyak baju, masak ngasih buat saudara sendiri aja nggak bisa?
Itu memang kostum klub bola kesayangannya tapi dia lebih sayang sama Didin.
“Udah ah Bu,” ujarnya pada ibunya, “aku mau maen ama Didin dulu.”
Sekali lagi Ibunya tersenyum bangga.
**********************************************************************
Read More...